Sabtu, 21 Februari 2009

Pemilu, Sebuah Pesta Demokrasi Semu


Pemilu di dekade 80-an hanyalah sebuah pesta demokrasi yang semu. Sebab kita hanya mencoblos gambar, sedang gambar tidak bisa mewakili siapapun, sebab gambar tidak bisa memperjuangkan nasib seseorang pun. Sebab pemilu di kala itu tidak seperti menebak pemenang sebuah pertandingan bola, sebab siapa pemenangnya sudah di depan mata. Sebab bagi rakyat, pesta yang sesungguhnya adalah pada saat arak-arakan dimulai. Saat berkeliling kota menggeber gas, saat polisi pun segan menegur meski tidak ada yang menggunakan helm, meski sambil menenggak arak.

Pemilu di dekade 80-an diikuti oleh tiga partai saja. Yakni Golkar sebagai partai pemerintah, PDI dan PPP keduanya hanya sebagai pelengkap penderita. Sebab kedua partai itu memang terus dihalangi untuk tumbuh dan cenderung dikerdilkan. Golkar dengan dukungan dari birokrasi , PNS serta keluarga besar ABRI jelas bukan tandingan bagi kedua partai tersebut. Keluarga besar ABRI di sini termasuk putra-putri ABRI yang tergabung dalam FKPPI, purnawirawan dalam organisasi Pepabri, begitu pula janda dan istri prajurit, semuanya mendukung Golkar. Hal ini bisa dilihat dari para panglima kodam dan komandan kodim juga duduk sebagai anggota dewan penasihat atau dewan pertimbangan dalam kepengurusan Golkar di daerah. Soeharto sebagai penguasa Orde Baru rupanya menggunakan seluruh komponen untuk melanggengkan kekuasaannya.

Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 di seluruh penjuru negeri. Pada Pemilu kali ini seperti sudah diduga perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tapi tidak di Aceh, Golkar terjungkal. PPP sebagai satu-satunya partai yang berazaskan Islam merupakan daya tarik yang teramat kuat bagi masyarakat Aceh yang terkenal religius. Sementara di tingkat nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi sehingga PPP dan PDI masing-masing kehilangan 5 kursi. Pada pemilu 1982 ini Golkar meraih 48.334.724 suara, PPP 20.871.880 dan PDI 5.919.702.

Pada Pemilu 1987 diberlakukan aturan baru di mana semua partai harus memakai asas tunggal Pancasila. Sebelum itu cuma Golkar yang jelas menyatakan Pancasila sebagai asasnya. Pemilu 1987 yang diselenggarakan 23 April 1987. Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini. Golkar mendapat 62.783.680 suara, PPP 13.701.428 dan PDI 9.384.708.

Kemudian sorak-sorai masa kampaye pemilu terlewatkan sudah. Setelah itu rakyat kecil terlupakan. … (berbagai sumber)

35 komentar:

  1. Sekarang justru sebaliknya mas, bingung milih yg mana saking kebanyakan hehe... Tpi gq sih tetep ngasi kesmpatan bagi pemimpin yg sekarang, biar nuntasin kebijakannya. bukan apa2 kalo milih yg baru berarti mulai dari nol lgi dwong...

    BalasHapus
  2. Komenqu ketelan spam ya??

    BalasHapus
  3. Meskipun tetap harus bersyukur, tapi sayangnya reformasi terjadi setelah penguasa menjadi tua dan perlu waktu 32 tahun lamanya.

    BalasHapus
  4. @ Rita:
    Ya iya sih, meskipun tidak menutup kemungkinan memilih yang baru, jika memang yang baru itu lebih baik. Tidak tertelan spam kok, tuh ada kan? Thanks telah mampir

    @ mascayo:
    Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan?

    BalasHapus
  5. Nah...sekarang malah Partainya makin banyak...makin bingun melakukan PILIHAN. Belum lagi sosialisasi pihak KPU tidak tersebar luas. Bukan Begitu?

    BalasHapus
  6. Betul pakde, apalagi sekarang orang cenderung membuat partai demi mengejar kedudukan dan kekuasaan semata, bukan lagi memperjuangkan aspirasi rakyat

    BalasHapus
  7. Mr yen numpak motor ra menga-mengo po lagi nampang piye ? mentang2 di foto ?!!

    BalasHapus
  8. banyak partai yg didirikan karena alasan dendam antar pemimpin, atau sekedar untuk ahan mencari pekerjaan baru... makin sedih rasanya Kang

    BalasHapus
  9. Sekarang partai banyak yang dijadikan ladang mencari penghasilan...

    BalasHapus
  10. ketika pemilu di mulai berbondong-bondong merangkul rakyat, merebut hati guna sukses di kampanye. setelah sukses ndak peduli urusan rakyat. doh *mengenaskan*

    BalasHapus
  11. Kalau dulu kebebasan memilih dibekam, sekarang diberi kebebasan memilih demi kemajuan yang terbaik (di antara yg terburuk) malah lebih memilih golput

    anomali juga kayaknya ini yah :D

    BalasHapus
  12. wah, kalau inget pemil selama orba, duh, saya seperti melihat dagelan demokrasi yang berlangsung di atas pentas sosial dan politik, mas, hehehe ... partai hanya menjadi boneka utk mempertahankan status quo.

    BalasHapus
  13. pemilu ituh pemerintah buang² uang

    BalasHapus
  14. banyak partai, banyak pilihan, jd makin bingung mas. bingung mau pilih yang mana

    BalasHapus
  15. jadi inget jaman masih kuliah dulu

    istilah ilmiah sistem politik jaman orde baru adalah "Sistem Politik Multi Partai Semu"...

    Karena seolah2 ada 3 partai, padahal sebenarnya 2 partai hanya sebagai penggembira.

    BalasHapus
  16. wah... tu bapak kuat banget bawa kotak suara ttangan satu,..
    ku pernah ngankat uu..hh pegel2
    semangat ikut pemilu.. kasihan kan kotaknya dah diantarkan... he..3x

    BalasHapus
  17. capek deh ngomongin pemilu..

    masyarakat juga udah capek bermimpi ada pemerintahan yang bersih :(

    BalasHapus
  18. @ aR_eRos:
    Begitulah nasib rakyat, didekati cuma saat dibutuhkan suaranya saja, setelah itu ditinggalkan.

    @ Uchan:
    dan Golput juga suatu pilihan ya...

    @ sawali tuhusetya:
    Sepakat Pak Guru...

    @ meylya:
    Skeptis nih...

    @ casual cutie:
    Sama ni, apalagi kayaknya tidak ada partai yang tulus memperjuangkan nasib rakyat...

    @ abdee:
    Iya, yang menang yang itu2 melulu...

    @ adicahblora:
    Iya, semangat menjalankan tugas dan tanggung jawab...

    @ easy:
    Capek deh...

    BalasHapus
  19. Kalau dulu nyoblos gambar...sekarang juga kan?

    BalasHapus
  20. Kalau sekarang kita tahu wajah calon legislatifnya, dulu kita tidak tahu sama sekali siapa yang akan mewakili kita

    BalasHapus
  21. gak ngeh tentang kampanye politik

    BalasHapus
  22. psta dmokrasi hnyalah sbuah psta untk kaum2 pnguasa saja, yg dngn manisnya mngmbar janji, pdhal stlah itu tdak dtpati

    BalasHapus
  23. haduh ampun deh...
    yang lain ngomongin pemilu padhal saya mau UN...
    jadi deh ikutan kampanye...
    hahaha....

    BalasHapus
  24. Ikutan UN saja gak usah ikutan kampanye dong...

    BalasHapus
  25. kalo di kampung saya sekarang orang sudah mulai pinter, caleg dimintain bantuan buat mbikin jalan, jembatan, dan mereka mau saja wong lagi cari masa. kalo mintanya nanti pas udah jadi anggota legislatip susah...

    BalasHapus
  26. iya tuh pemilu nih bikin bingung mau conteng yang mana?

    BalasHapus
  27. wakzzz, saya baru lahir mas taon segitu...hehehe, jadi lom bisa milih ee...

    tp klo dipikir ya bener juga, soale dulu belum kaya sekarang, tapi skg juga terlalu kebablasan kayanya :D

    BalasHapus
  28. 1982 saya masih SD. Ndak tahu apa-apa.

    Salam Kenal Mas JOE,

    Eh UN itu apa ya?

    BalasHapus
  29. halo mas....berhubung belum ada postingan baru, casual cutie numpang minum teh dulu....hehehe

    BalasHapus
  30. @ mastein:
    Tapi kalau sebelum mencalonkan sudah mengeluarkan biaya banyak nanti pasti setelah jadi mencari pengganti sebanyak-banyaknya lho...

    @ starwrite:
    Pilihlah sesuai hati nurani he he ...

    @ gdenarayana:
    Betul nih ...

    @ RCO:
    Sama, aku juga masih kecil. UN Ujian Nasional mas. Salam kenal juga

    @ casual cutie:
    Silahkan dinikmati

    BalasHapus
  31. Saya masih SD, tapi sudah tahu ada tiga partai dan pemilu.
    Ingetnya waktu itu masih susah ngebedain golkar sama gokart :P

    BalasHapus
  32. Aku juga masih kecil, didaftarin suruh coblos Golkar padahal masih di bawah umur

    BalasHapus
  33. saya masih ingat salah satu pantun yang sering orang-orang teriakkan dari atas truk waktu kampanye:
    pring tumpuk-tumpuk
    bumbune gulo abang
    pak lurah mantuk-mantuk
    rakyate nyoblos bintang

    april nanti nyoblos apa ya..?

    BalasHapus
  34. Kok tumben ya, biasanya Pak Lurah manthuk-manthuk kalo rakyatnya nyoblos kuning...
    Kalau aku jadi pengamat politik saja April nanti

    BalasHapus
  35. aku jadi ingat dulu, di kampungku, di sebuah desa di kecamatan murung kabupaten murung raya kalimantan tengah, satu kampung tidak ikut mencoblos, karena sudah ada petugas yang nyobloskan ke Golkar. Pemilu sebelumnya lagi, orang kampung sampai dipukuli kalau memilih yang lain. Luar biasa, ganasnya pohon beringin, akarnya menusuk-nusuk jendela hati, pohonnya banyak sarang lebah berbisa, daunnya menebar bau racun.....

    BalasHapus