
Bagi Anda yang duduk di bangku SD pada tahun 1980-an pasti Anda ingat dengan nama-nama pengarang seperti Dwiyanto Setyawan, Djoko Lelono, K. Usman, Mansur Samin, A. Soeroto, dan para penulis cerita anak yang lain. Mereka adalah deretan pengarang-pengarang yang pernah merasakan periode emas sastra anak-anak, dulu di dekade 80 silam.
Dwiyanto Setyawan, pengarang dari Kota Batu, Jawa Timur, pada era 1980-an juga sempat mengecap kejayaan. Pria kelahiran 12 Agustus 1949 itu telah menerbitkan lebih dari 60 judul novel anak sejak ia memulai karier kepenulisannya di tahun 1972. Yang paling fenomenal tentu saja salah satu novel yang berjudul Sersan Grung-Grung: Penyamar Ulung (1982). Novel tersebut terus mengalami cetak ulang hingga beberapa kali dan menyentuh 8.000 eksemplar. Sedangkan rata-rata novelnya yang lain antara 3.000 - 5.000 eksemplar.
Selain itu Dwiyanto Setyawan juga dikenal lewat Kelompok 2&1 karyanya terbit pada rentang waktu 1984 - 1985 dengan judul, antara lain Kelompok 2 & 1: Ancaman Surat Berantai (1984), Sang Pengintai (1985), dan Rahasia Pesan Serigala (1985). Dwiyanto banyak mengusung topik-topik detektif, petualangan, pembentukan geng anak-anak, misteri serta aksi-aksi memecahkan rahasia. Karena hal-hal yang berbau detektif dan misteri memang sangat disukai oleh anak-anak.
Hal yang sama juga dilakukan oleh pengarang Djoko Lelono. Anda tentu kenal Astrid yang mencari pencuri lukisan dan terlontar ke masa Kerajaan Majapahit dalam judul Rahasia di Balik Lukisan. Judul lainnya yaitu Terlontar ke Masa Lalu, serta Penculikan Tamu Negara (1985) yang menceritakan penculikan terhadap Presiden Amerika Serikat.
Selain itu ada juga nama-nama pengarang lain yang mewarnai tahun 1980-an seperti A. Soeroto yang terkenal dengan karya-karyanya seperti Tuti Menemukan Jalannya, Men Sane in Corpore Sano, Mencari Arca Domas atau Mansur Samin dalam Telaga Di Kaki Bukit, Kesukaran Terkalahkan, Penakluk Lubuk Larangan, S. Baya lewat karya-karyanya: Desa di Kaki Bukit, Doli yang Berjasa. Atau pengarang-pengarang yang selama ini dikenal sebagai novelis untuk orang dewasa juga sempat menghadirkan karya-karya untuk anak-anak seperti Maria A Sardjono, K. Usman, Zawawi Imron, Andy Wasis, Marga T.
Menguasai teknik penulisan cerita anak yang menarik menjadi tantangan para pengarang karena cerita anak seolah identik dengan kesan menggurui. Soekanto SA pernah menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi redaktur Si Kuncung. Menurut pengalamannya kebanyakan yang berkontibusi ke majalah yang dikelolanya adalah para guru. Para guru itu, kata Soekanto, ketika menulis cerpen tidak bisa melepas kebiasaannya yang menggurui atau instruktif, Akibatnya cerita itu seolah mengandung instruksi-instruksi sehingga anak-anak akan kehilangan minat baca. Walau semula ia juga berpendapat seperti itu, Soekanto mencoba mengatasinya. Dalam karya-karyanya ia menyajikan cerita yang berbicara tentang kehidupan. Dia memperkenalkan anak-anak tentang kehidupan sesuai dengan pemahamannya.
Soekanto juga menuliskan cerita-cerita humor. Selain memberikan kesenangan yang bisa memikat anak-anak, menurut Soekanto, humor bisa memberikan optimisme kepada mereka. Ia juga menandaskan bahwa anak-anak tidak suka digurui. Tapi, mereka harus berbahagia di masa kecilnya dan itu diperoleh dari bacaan.
Tidak mudah menulis cerita untuk anak-anak. Hal ini karena para pengarang dituntut untuk membawakan cerita dengan gaya bahasa yang mudah dicerna dan tidak bertele-tele serta mudah dimengerti. Selain itu juga harus memperhatikan durasi, cerita yang terlalu panjang biasanya membuat anak-anak mudah bosan. Dan yang lebih penting pengarang harus terbiasa menggunakan logika anak-anak.
Namun demikian banyak pengarang yang dengan cerdik menyelipkan ilmu pengetahuan yang dibungkus dengan cerita yang menarik. Pengarang yang cerdik akan mengemasnya sedemikian rupa sehingga anak-anak tidak akan merasa digurui. Seperti kita temukan pelajaran tentang beternak kelinci dalam Rumah Kelinci karya Bung Smas, tentang membuat bonsai dalam Pohon Ajaib (Emy Affandy), tentang pembuatan gula merah dalam Semanis Nira (Ni Luh Swandari), pengetahuan tentang minyak bumi dalam Lumpur Berminyak (A.Soeroto), atau pengetahuan tentang membuat kecap dalam Kembalikan Ayah Kami (Nimas Herning).
Satu hal yang sangat menunjang dalam novel anak-anak adalah ilustrasi. Cerita yang baik biasanya didukung oleh ilustrasi yang baik pula yang turut menunjang imajinasi anak. Banyak para pengisi gambar yang terlibat dalam mendukung novel anak, dan di antaranya mungkin anda sangat familiar seperti Hidayat Said, Suyadi, Riyadi AS, Syahwil hingga sekaliber Ipe Ma’ruf.
Namun sayang, masa keemasan sastra anak di tahun 1980-an itu kini memudar. Penyebabnya apalagi kalau bukan menyebarnya karya-karya terjemahan pengarang luar. Anak-anak sekarang lebih menyukai novel-novel terjemahan seperti Harry Poeter, belum lagi serbuan komik Jepang seperti Detektif Conan, Crayon Sinchan atau Naruto.
Pertamax yach? :D
BalasHapustulisannya bagus bgt..
paling gak bisa nambah pengetahuan memperlakukan anak2..
petromak mas...
BalasHapusjadi punya ide... apa diriku nulis cerpen anak anak ajah ya? biar ngak pada protes... kalo mereka protes kan bosa dimarahin terus diam wakakakaakakakkaka
BalasHapusIde bagus bos, dicoba saja siapa tahu trus meledak dan jadi selebriti ....
BalasHapusSersan Grung2? kayaknya pernah baca deh.
BalasHapusYup, itu salah satu karya tersukses Dwiyanto Setyawan...
BalasHapusgimana kalo para penulis ntu coba ngeblog juga? Makasih udah mampir ke tempat sayah ya
BalasHapusAda lho penulis-penulis sekarang yang ngeblog seperti Ayu Utami, Dewi Lestari dll...
BalasHapusNovel anak yang pernah aku baca apa ya....aku lupa nih...?
BalasHapusjaman sekarang anak2 lebih senang main game keknya...ketimbang harus belajar membaca....ada sih yang dibaca. tapi biasanya novelnya berisi cerita gambar gitu mas.
Memang belakangan ini minat membaca terutama di kalangan anak-anak cenderung menurun, anak-anak lebih menyukai nonton tv dan main game
BalasHapusjadi sebenernya,,, gmn memperlakukan anak, soalnya, dunia mereka itu bener2 beda sama org dewasa... hmmmm..
BalasHapuso iy skalian tanya nih kang... dizzy nya karena bhsa inglis saya yg ngaco atawa emang penjabaran triknya yg ngejelimet???
makasih udah mampir kang :)
barangkali harus memahami jalan pikiran anak-anak ...
BalasHapusdizzy karena njlimetnya itu ...
betul banget, mas joe. saya sendiri merasakan betapa sulitnya membuat cerita anak. ketika menulis kita mesti masuk ke dalam dunia anak. ternyata itu bukan hal yang gampang. akhirnya, cerita anak yang muncu adalah nama2 anak yang memiliki karakter orang dewasa. hanya fisiknya saja yang anak2, tapi jalan pikirannya bener2 orang dewasa.
BalasHapuswah ada tongkrongan 80an nih.. hehee....
BalasHapuspengaruh globalisasi yang mencengkram dunia sekarang ini menyebabkan anak-anak malas membaca.
BalasHapusmereka lebih memilih main game, baca komik tidak bermutu, bermain tanpa belajar.
dan yang lenbih parah lagi klo orang tuanya seakan2 masa bodoh dan menganggap anaknya bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. padahal usia mereka belum cukup umur untuk dikatakan mandiri.
wah..sepertinya blog dekade80 ganti kulit nih...
BalasHapuscasualcutie ga pernah baca novel anak wkt kecil dulu. kalo buku mewarnai yang disisipin cerita sih sering.
ganti kulitnya sudah lama kok, biar gak bosan saja...
BalasHapusweleh...novel anak2?? Ga satupun yang mampir di tangan Rie. Kalo dulu mah paling baca majalah Bobo ama majalah Ceria, sekarang masih aa ga ya???
BalasHapusKalau majalah Bobo masih tetap eksis, tapi kalau Ceria gak tahu ya bagaimana kabarnya...
BalasHapusKalau tidak salah penyair Zawawi Imron juga pernah membuat novel anak-anak ya?
BalasHapusSaya dulu penggemar novel atau cerpennya Dwianto Setyawan...apakah dia masih menulis terus ya?
BalasHapus@ noni:
BalasHapusD Zawawi Imron selain dikenal sebagai penyair juga pernah menulis novel anak-anak di dekade 80-an, di antaranya adalah cerita rakyat Madura berjudul Bangsacara-Ragapadmi
@ endratna:
Dwiyanto Setyawan memang masih sesekali menulis novel, namun sudah tidak seproduktif dulu lagi
Selain Novel Lokal, Novel luar yang beredar pun sangat bagus2 di tahun 80an, mungkin ada yang masih teringat seri 5 sekawan atau pasukan mau tahu dari Enyd Blyton (salah ya ejaanya?). Komik pun begitu, dari macamnya Smurf, Asterix dan Obelix, wah banyak yang bisa diingat dari tahun 80an. hehehhe
BalasHapusYup, yang benar Enid Blyton.
BalasHapusLima Sekawan: Julian, Dick, Geroge, Anne. Mereka masih saudara dari keluarga Kirrin. Ditambah anjing mereka yang setia Timmy. Seru deh...
wah...enid blyton... saya juga waktu masih SD suka baca..wah si empunya blog kaya ensklopedia 80-an berjalan nih...kumplit dari berbagai genre info
BalasHapusyang paling saya suka adalah Mansur Samin dengan lotar cerita Sumatera yang kental. Kadang juga Jawa, tapi saya kira jarang. Saya pernah baca yang Gontor itu bagus juga
BalasHapusMemang dia banyak menulis dengan latar belakang Sumatera karena dia memang lahir di sana, meski pernah tinggal lama di Solo. Di samping rajin menulis cerita anak Mansur Samin terutama memang dikenal sebagai penyair. Karyanya berjudul Raja Singamangaraja, memperoleh Hadiah (kedua) majalah Sastra, 1963. Sedangkan kumpulan sajaknya antaralain Perlawanan (1960), Tanah Air (1969) dan Dendang Kabut Senja (1985).
BalasHapusDulu saya penggemar buku Sersan Grung-grung, sehingga baru2 ini saya membelikan anak saya (7,5 th) buku tsb dari penjual buku bekas. Dia sudah membaca Tintin, Lima Sekawan, buku2 Road Dahl,Astrid Lindgren dan penggemar film kartun Ben Ten, tapi ternyata juga sangat menyukai buku2 lama Dwianto Setyawan seperti serial S. Grung2, Sandi, Kelompok 2-1, dan ingin membaca beberapa judul yang tidak ada di penjual buku bekas (tapi tercantum judulnya di buku yg dibeli).
BalasHapusMungkin ada baiknya buku2 lama Dwianto diterbitkan kembali, agar anak2 lain tahu bahwa Indonesia punya pengarang anak seperti Enyd Blyton.
Oya, apakah Dwianto Setyawan memiliki blog, atau dimana ya alamatnya? Anak saya ingin menghubungi penulis kesayangannya.
Dwianto Setyawan memang dulu sering sekali menulis cerita detektif anak-anak. Hanya sayang sekali sekarang memang sudah tidak kedengaran kabarnya.
BalasHapuskalau tentang blognya, kok saya tidak pernah dengar ya...
Lebih suka A. SOeroto atau Mansur Samin. Jadi kepengen membaca lagi.Memangnya ada SD yang berani meloak buku-buku tersebut ya? (Daripada tertimbun di gudang)
BalasHapusCoba cari di bukalapak atau tokopedia
HapusMencoba menggali memmori saat masih sd duluu
BalasHapusKasus lukisan candi,terlibat ditrowulan,arca domas,pala pala motosep,dll. Itu yg membuat sekarang suka kindaichi,conan, karena belum menemukan pengganti memori klasik tsb.
Mencoba menggali memmori saat masih sd duluu
BalasHapusKasus lukisan candi,terlibat ditrowulan,arca domas,pala pala motosep,dll. Itu yg membuat sekarang suka kindaichi,conan, karena belum menemukan pengganti memori klasik tsb.
Mansur Samin, Cm. Nas, Edijushanan, Yus Rusyana, Suyono H.R.,Min Resmana, Istijar Tajib Ananda, MS. Siregar (ini nama lain dari Mansur Samin), K. Usman, Ni Luh Swandari, Djokolelono, Bung Smas, Slamet Soeseno,Rayani Sriwidodo, A. Soeroto,sederetan penulis novel anak yang pernah saya baca buku2nya
BalasHapusSenang baca tulisan ini, jadi ingat memory lama ketika masih kecil baca2 buku2 tsb diatas, namun sayang dengan sering pindah rumah/alamat, akhirnya banyak yang hilang, tertinggal, atau dipinjam teman2 lama. Sekarang masih berburu buku-buku jadul tsb.
BalasHapus