Selasa, 24 Maret 2009

Tabloid Monitor, Tentang Sekwilda dan Bupati


Tabloid Monitor hidup karena Arswendo Atmowiloto. Tapi Tabloid Monitor juga mati karena Arswendo Atmowiloto. Mula-mula Monitor terbit 1972-73, dikelola oleh TVRI. Tapi dia hanya bertahan sampai 24 nomor, lalu istirahat gara-gara oplahnya cuma 10 ribu. Monitor mencoba bangkit lagi pada 1980, tapi kembali terempas.

Kemudian datanglah Arswendo. Di tangan Arswendo, alias Wendo, Monitor melejit menjadi tabloid hiburan yang laris. Empat tahun lalu, nomor perdana dicetak 200 ribu eksemplar, dengan harga Rp 300. Rupanya, tabloid "paling panas di Jakarta" itu berhasil meluncur mulus di tengah persaingan ketat. Berkat sentuhan jurnalistik bergaya lheer ala Arswendo, jadilah Monitor sebagai tabloid seks yang paling ser di Indonesia.

Hanya dalam 10 edisi, Monitor meroket hingga 450 ribu eksemplar. Lalu pada bulan ke-5, menembus angka 640 ribu. Sesudah itu, laju kenaikannya mulai pelan, dan mencapai puncaknya pertengahan tahun lalu, konon 782 ribu eksemplar, berharga eceran Rp 500. Lalu ada tanda-tanda menurun. Arswendo mungkin bisa memaklumi ihwal kejenuhan pasar. Namun, agar tak berlarut-larut, dia katrol tabloidnya dengan peluncuran Monitor Minggu (MM), yang terbit setiap Sabtu pagi. Suatu gebrakan hebat. Belum ada tabloid yang mengisi akhir pekan. Alhasil, MM meluncur berselang-seling dengan Monitor mulai November tahun lalu.

Dari segi penampilan, MM masih tetap perpegang pada pakem Arswendo: apalagi kalau bukan Sekwilda (sekitar wilayah dada), Bupati (buka paha tinggi-tinggi) dan kode buntut. Namun, agaknya, gara-gara kelahiran sang adik, Monitor reguler sempat terganggu oplahnya, turun jadi 600 ribuan. Tapi Wendo boleh tersenyum. MM punya tiras lebih dari 240 ribu eksemplar. Kalau ditotal, toh lebih dari 800 ribu eksemplar seminggu, cukup dekat dengan angka "keramat" Wendo.

Bahwa mayoritas pembaca Monitor adalah kelompok konsumen yang bukan berkantung tebal, itu antara lain bisa tergambar dari peta iklannya. Masalah perbankan, asuransi, komputer, real estate, misalnya, jarang tampil di situ. Yang banyak dipajang di Monitor adalah advertensi obat batuk, obat pusing, sampo, atau iklan media. Petunjuk lain: kolom ramalan kode buntut itu.

Tampaknya, kode buntut, itu hanya salah satu kiat Wendo untuk menjaring pembaca lebih banyak. Tapi kiat yang paling pokok, dan dilakukan Arswendo secara konsisten, adalah mengundang, sensasi lewat paha dan dada. Dia mengakui bahwa jurnalistiknya memang berkiblat pada seks.

Selain gambar-gambar panas, lewat Monitor Wendo juga menjual gosip di kalangan artis. Untuk menggali gosip-gosip itu secara lebih tuntas, dia kerahkan artis-artis juga. Titiek Puspa, Emilia Contessa, dan Grace Simon adalah artis-artis yang pernah dipakai Arswendo. "Mereka dibayar Rp 2 juta sebulan," ujar Bambang Suwondo dari Litbang Gramedia.

Tapi Monitor mati muda. Tahun 1990 karena dianggap menghina agama maka Tabloid monitor dibredel. Dan Arswendo pun dipenjara, lima tahun lamanya.

42 komentar:

  1. waw...hehhe jaman itu sudah waw bgt foto foto kek gt y..kalo jaman skrg wadoh wadooh semakin parah..

    BalasHapus
  2. Maklum mbak, jaman dulu masih gaptek, belum tahu internet ya...

    BalasHapus
  3. biasalah untuk mendorong oplah, maka dipasanglah gambar yang mengundang gairah...

    BalasHapus
  4. Ga hanya era jaman dulu..sekarang aja yang namanya sekwilda ama bupati tetep laku di pasaran.......
    Btw...baru tahu juga kalo mas wendo pernah kasus kena jail gara gara tabloid ini....Hmmmm apa saya memang yang kuper?

    BalasHapus
  5. wah seluruh materi kok diluar tanggungjawab toh...

    BalasHapus
  6. weleeeeh..iy tuh aku inget tabloid itu..rada samar sih hihi

    BalasHapus
  7. xixixiixix paling seneng kalo main kesini. suka geli2 sendiri. xxoxoxoxoxo

    BalasHapus
  8. monitor monitor.... dulu dah termasuk tabloid panas coba dibanding kan dengan yang sekarang...
    mas itu koment no 3 ngak dihapus aja mas?

    BalasHapus
  9. Owh jadi gitu story nya. Saya jadi tahu tentang itu. Jadi serasa terbawa di era 80 an kalau membaca blog ini.

    BalasHapus
  10. ooo sekitar wilayah dada, sama buka paha tingi2 ya.

    aahhh masih inget aja mas ini

    BalasHapus
  11. pasti para redaksinya bertaburan kemana-mana ya...

    BalasHapus
  12. keknya arswendo paham bgmn bikin pasar bukan just ngikut2 pasar ya?

    yg samar2 bisa bikin bergairah
    yg bergairah bisa ngangkat oplah

    BalasHapus
  13. wedew cover depannya gak nguatin huhuy hehe jadul banget yak;)

    BalasHapus
  14. wiw... ampe di penjara segala

    BalasHapus
  15. kalo gambarnya item putih, msh menarik gak ya ? hehe

    BalasHapus
  16. Bagi saya penyebar kerusakan moral dan penistaan harus hukum mati. Perhatikan saja efek dominonya sekarang, remaja makin kita suka free sex dan namanya menghina agama dah santai dilakukan gak takut hukum.

    BalasHapus
  17. Memang gara2 "bupati" dan "sekwilda" urusan jadi tambah runyam.
    Paha dan dada istri di rumah bisa2 nggak kelirik ha...ha...

    BalasHapus
  18. Saya salah satu penggemar Monitor dulu.

    BalasHapus
  19. Bung, blog anda bagus sekali
    boleh bertanya...
    sepertinya kok anda tidak pernah kehabisan bahan..hehehe...
    Sejak dari kapan anda mengumpulkan artikel2 itu?
    Terimakasih...

    BalasHapus
  20. baru pertama kunjung langsung kesemsem ma ulasannya, link ah...

    BalasHapus
  21. wew.. baru tau saya ada tabloid itu.. he..he..

    BalasHapus
  22. wah majalah porno ya bang??? gambarnya hot2...

    BalasHapus
  23. good post joe.. sorry baru bisa komen. lumayan nggak lemot banget nich.

    wendo pernah kena penjara yach.. wah baru tau nich.. tabloid monitor? kayaknya gak pernah tau tuch.. thanks ya jadi nambah info.

    BalasHapus
  24. wahaha, telat bredelnya
    aparat telmi
    masa' si wendo cuma dipenjara 5 taun
    entah apa-apa..

    BalasHapus
  25. hohohoho...itu jamanku blum lahir yah....

    BalasHapus
  26. mang seks tuh jd bumbu nikmat dunia fotografi dan entertain

    BalasHapus
  27. jadi inget.
    dulu tabloid yang tiap minggu aku beli, tapi tabloid adalah cikal bakal dari tabloid hiburan sekarang. Monitor pecah jadi Bintang dan Citra dan yang bertahan hanya Bintang.

    BalasHapus
  28. hohoho..potonya menantang yah di cover depannya....

    BalasHapus
  29. @ antokoe:
    Masih ingat kan, dulu font-nya Citra pun mirip dengan monitor....

    BalasHapus
  30. Arswendo memang memang lumayan jeli dalam jurnalistik .... kata-kata yang aku ingat jika ia tampil dalam acaranya Tukul adalah SENIOR senang istri orang ..... he hee hee hee

    BalasHapus
  31. Tapi jangan dipraktekkan lho ya...

    BalasHapus
  32. wlo dah cukup jadoe dq masih inget2 sdikit ttg tabloid ini
    palagi edisi minggunya...hmmmm

    BalasHapus
  33. Iya, dulu juga ada ramalan buntut-nya...

    BalasHapus
  34. MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi
    dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan
    mestinya berhak mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" dan menelanjangi kebusukan peradilan ini.
    Siapa yang akan mulai??

    David
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus
  35. Keterlaluan.....cuma karena kalah rating.....Wendo harus masuk penjara.....

    Mustinya yang masuk penjara ya yang ngasih rating dong.....

    BalasHapus
  36. wah...klo ini ingetnya...kode buntut...tetanggaku langganan gara-gara kode SDSB itu...hehhehe...

    BalasHapus
  37. Sayangnya, kata penunjuk waktu "tahun lalu", "lima tahun lalu", dan sebagainya membuat tidak nyaman saat membaca, terlebih saat kita tidak tahu, titik waktu mana yang dimaksud "saat ini". 1986 atau berapa? Apalagi di bagian akhir ada penjelasan bahwa Monitor mati muda tahun 1990. Kemudian, sekedar info: Monitor dibredel tahun 1990 karena memuat hasil angket 100 pemimpin terbaik dunia menurut pembaca. Arswendo menempatkan Nabi Muhammad di urutan pertama, dengan persentase sekitar 30-an persen. Pada urutan tersebut, juga ada Ronald Reagan, Soekarno, dan Gorbachev dari Uni Sovyet, dan JESUS KRISTUS! Daftar ini yang dianggap sebagai penistaan terhadap agama karena pencantuman nabi Muhammad dianggap menyetarakan Nabi dengan pemimpin lain yang dianggap kafir. Ini menjadi polemik karena tokoh agama Islam seperti Gus Dur dan Amin Rais justru tidak sependapat dan mendukung daftar 100 pemimpin terbaik versi Monitor. Sementara MUI memprotes, dan itu yang dijadikan senjata untuk membredel Monitor. Tapi itu hanya alasan rezim Soeharto, karena alasan sebenarnya terletak pada pemberitaan ttg perselingkuhan artis dengan pejabat dan berita kasus penyerangan seks terhadap lelaki yang dilakukan oleh Menparpostel Joop Ave. Berita itu muncul tahun 1989.

    BalasHapus
  38. Waktu kelas 1 SD pada 1987 aku sudah baca ini, dan aku keliru memahami tulis kecil di cover menjadi begini: Isi di luar,,, tanggungjawab percetakan

    BalasHapus
  39. artikel menarik, komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com

    BalasHapus
  40. Aku ingat sekali waktu baca ini aku masih kelas 3 SD. Waktu itu tabloid ini sangat terkenal dan banyak yang suka.

    BalasHapus